PisoGaja Dompak dipercaya merupakan pusaka kerjaan Batak dimasa raja Sisingamangaraja I. Sebagai pusaka kerjaan, senjata tradisional Sumatera Utara ini tidak diperuntukan untuk membunuh, sebagai senjata pusaka Piso Gaja Dompak ini dipercaya memiliki kekuatan supranatural yang akan memberikan kekuatan spiritual kepada pemegangnya. Piso Gaja Dompak yaitu senjata tradisional yang datang dari Sumatera Utara. Nama piso gaja dompak di ambil dari kata piso yang bermakna pisau yang berperan untuk memotong atau menusuk, serta memiliki bentuk runcing serta tajam. Bernama gaja dompak lantaran bermakna ukiran berpenampang gajah pada tangkai senjata itu. Piso Gaja Dompak, senjata khas suku batak adalah pusaka kerajaan batak. Kehadiran senjata ini tidak bisa dipisahkan dari perannya dalam perubahan kerajaan Batak. Senjata ini cuma dipakai di kelompok raja-raja saja. Mengingat senjata ini dapat adalah suatu pusaka kerajaan, senjata ini tak di ciptakan untuk membunuh atau melukai orang lain. Juga sebagai benda pusaka, senjata ini dipercaya sebagaian masyarakat Batak mempunyai kemampuan supranatural, yang bakal memberi kemampuan spiritual pada pemiliknya. Senjata ini dapat adalah benda yang dikultuskan serta kepemilikan senjata ini yaitu hanya keturunan raja-raja atau mungkin dengan kata lain senjata ini tak dipunyai oleh orang diluar kerajaan. Belum ada catatan histori yang mengatakan kapan tepatnya Piso Gaja Dompak jadi pusaka untuk kerajaan Batak. Tetapi, dari hasil penelusuran penulis Piso Raja Dompak ini erat hubungannya dengan kepemimpinan Raja Sisingamaraja I. Hal semacam ini berdasar pada keyakinan orang-orang pada mitos datang dari kebiasaan lisan yang terdaftar dalam aksara. Bercerita perihal seseorang bernama Bona Ni Onan, putra bungsu dari Raja Sinambela. Diceritakan pada saat pulang dari perjalanan jauh, Bona Ni Onan merasakan istrinya Boru Borbor tengah hamil tua. Dia juga menyangsikan kandungan istrinya itu. Hingga disuatu malam ia punya mimpi didatangi Roh. Roh itu menyampaikan bahwa anak dalam kandungan istrinya yaitu titisan Roh Batara Guru serta nantinya anak itu bakal jadi raja yang bergelar Sisingamaraja. Bona Ni Onan lalu meyakinkan kebenaran mimpi itu pada istrinya. Istrinya juga bercerita bahwa saat ia mandi di tombak sulu-sulu rimba rimba, ia mendengar nada gemuruh serta Terlihat sinar merasuki badannya. Sesudah tahu bahwa dianya hamil. Ia juga yakin bahwa saat itu ia bersua dengan roh Batara Guru. Saat kehamilannya meraih 19 bln. serta kelahiran anaknya juga dibarengi badai topan serta gempa bumi dahsyat. Oleh karena tersebut putranya ia beri nama Manghuntal yang bermakna gemuruh gempa. Beranjak dewasa Manghuntal mulai memberikan sifat-sifat ajaib yang menguatkan ramalan bahwa dianya yaitu calon raja. Di saat remaja, Manghuntal pergi menjumpai Raja Mahasakti yang bernama raja Uti untuk beroleh pernyataan. Ketika ia akan menjumpai Raja Uti, ia menanti sembari mengonsumsi makanan yang suguhkan oleh istri raja. Saat itu dengan cara tak berniat ia merasakan Raja Uti bersembunyi di atap dengan rupa seperti moncong babi. Raja Uti juga menegur manghuntal, ia juga mengemukakan maksud kehadirannya menjumpai raja serta meminta seekor gajah putih. Raja Uti juga bersedia berikan dengan prasyarat Manghuntal mesti membawa pertanda-pertanda dari seputar lokasi Toba, Manghuntal juga menurut. Kemudian Manghuntal kembali menjumpai Raja Uti dengan membawa kriteria dari Raja Uti. Raja Uti lalu memberi seekor gajah putih dan dua pusaka kerajaan yakni Piso Gajah Dompak serta suatu tombak yang ia namai Hujur Siringis. Konon, Piso Gaja Dompak tidak bisa dilepaskan dari pembungkusnya terkecuali oleh orang yang mempunyai kesaktian serta Manghuntal dapat membukanya. Pasca itu Manghuntal betul-betul jadi raja dengan Sisingamaraja I. hingga sekarang ini orang-orang Batak masih tetap meyakini mitos ini. Terkecuali juga sebagai pusaka yang demikian dihormati serta dikultuskan, Piso Gaja Dompak ini berisi symbol-simbol yang berarti filosofis. Bentuk runcing dari senjata ini, dalam bahasa Batak dimaksud dengan Rantos yang berarti ketajaman memikirkan dan kecerdasan intelektual. Tajam lihat persoalan serta kesempatan, juga dalam menarik rangkuman serta melakukan tindakan. Tersirat bahwa pemimpin Batak mesti mempunyai ketajaman memikirkan serta kecerdasan dalam lihat suatu masalah. Senantiasa lakukan musyawarah dalam memutuskan serta mengambil satu aksi juga sebagai bentuk dari 'kecerdasan serta ketajaman memikirkan serta meihat persoalan'. Ukiran berpenampang gajah disangka di ambil dari mitos memberi piso gaja dompak serta seekor gajah putih pada Manghuntal atau Sisingamaraja I. Piso Gaja Dompak yaitu lambang kebesaran pemimpin batak, pemimpin batak mempunyai kecerdasan intelektual untuk berbuat adil pada rakyat serta bertanggungjawab pada Tuhan. Menurut hasil wawancara dengan cucu Sisingamaraja XII yakni Raja Napatar, satu diantara sumber mengatakan bahwa Piso Gaja Dompak ada di Museum Nasional. Senjata atau pusaka Piso Gaja Dompak ada di satu diantara museum Batak TB Silalahi Balige berbarengan dengan stempel kerajaan Sisingamaraja. 1 Senjata Tradisional Piso Gaja Dompak. Senjata tradisional Sumatera Utara yang pertama dan yang paling terkenal adalah pisau Gaja Dompak. Sesuai namanya, senjata ini memang berupa sebilah pisau yang dilengkapi dengan ukiran gajah di bagian gagangnya. Dari sejarahnya, pisau gaja dompak berasal dari warisan Raja Kerajaan Batak pertama, yakni Blog Batak – Sebagai orang Batak tentu ada baiknya kita pun mengetahui lebih banyak lagi tentang budaya Batak. Termasuk senjata tradisional, itu adalah salah satu benda yang wajib kita tahu juga. Nah, salah satu senjata tradisional yang cukup terkenal dari Tanah Batak adalah Piso Gajah Dompak warisan sang Raja Sisingamangaraja I. Sudah pernah dengar nama senjata tersebut? Atau, sudah tahukah bagaimana bentuknya? Mari kita cari tahu, yuk! Mengenal Piso Gajah Dompak dari Suku Batak image dari Piso Gajah Dompak dahulu digunakan oleh para raja saja dan dipercaya memiliki kekuatan sakti. Ya, senjata tersebut tidak digunakan oleh mereka yang berada di luar kerajaan. Memang belum ada catatan resmi mengenai asal mula senjata tersebut namun mitos berikut dipercaya sebagai asal mula senjata Piso Gajah Dompak dari Tanah Batak. Dikisahkan Bona Ni Onan, yaitu putra paling muda dari Raja Sinambela melakukan perjalanan jauh. Namun sepulang dari perjalanan tersebut, Bona Ni Onan menemukan istrinya bernama Boru Borbor sedang dalam keadaan hamil tua. Bona Ni Onan meragukan kondisi hamil istrinya tersebut. Hingga suatu malam dalam tidurnya, dia didatangi oleh roh yang mengatakan bahwa anak dalam kandungan sang istri adalah titisan dari Roh Batara Guru yang nantinya akan memiliki gelar Sisingamangaraja. Bona Ni Onan pun menanyakan perihal mimpi tersebut kepada istrinya. Kemudian, sang istri menceritakan bahwa pada saat dia mandi di hutam rimba dalam bahasa Batak disebut tombak sulu-sulu, terdapat cahaya yang kemudian merasuki tubuhnya serta tedengar suara gemuruh. Oleh karena itulah, sang istri pun hamil. Benar saja, masa kehamilan yang dialami sang istri sampai dengan 19 bulan dan kelahiran putranya tersebut sungguh tak biasa. Kelahiran putra tersebut disertai gempa bumi dan badai. Putra mereka pun dinamai Manghuntal yang artinya “gemuruh gempa”. Tak hanya sampai di situ saja, Manghuntal juga memiliki kemampuan-kemampuan ajaib! image dari Di usia remajanya, Manghuntal bertemu dengan Raja Mahasakti bernama Raja Uti agar mendapatkan pengakuan. Ketika menemui Raja tersebut, Manghuntal disuruh menunggu sembari menikmati makanan yang telah disajikan oleh istri sang raja. Saat makan, dia tak sengaja melihat Raja Uti bersembunyi dengan wajah seperti moncong babi di atap. Raja Uti pun memberi salam pada Manghuntal dan bertanya maksud kedatangannya. Manghuntal menyampaikan maksud kedatangannya untuk meminta satu ekor gajah putih. Permintaan tersebut dituruti dengan satu syarat jika Manghuntal berhasil membawa pertanda dari kawasan Toba. Manghuntal pun berhasil dan membawa syarat tersebut dan Raja Putih pun memberikan apa yang diminta oleh Manghuntal yaitu gajah putih dan dua pusaka kerajaan yakni tombak Hujur Siringis dan Piso Gajah Dompak. Kisah turun-temurun mempercayai bahwa Piso Gajah Dompak tersebut tak bisa dilepas dari pembungkus terkecuali oleh orang yang punya kesaktian. Manghuntal-lah yang mampu membukanya dan hingga akhirnya dia menjadi seorang raja dengan gelar Sisingamangaraja I. Gelar Raja Sisingamangaraja selanjutnya pun hanya bisa diperoleh oleh seseorang yang bisa mencabut senjata Piso Gajah Dompak dari pembungkusnya. Kemudian, dia juga harus mampu menunjukkan tanda-tanda seperti mukjizat seperti misalnya menurunkan hujan dan lainnya. Tak Hanya Sakti, Piso Gajah Dompak Punya Filosofi image from Tak hanya dikenal dengan kesaktian serta dikultuskan, senjata tradisional suku Batak tersebut memiliki filosofi tesendiri. Terdapat beberapa simbol pada senjata tersebut. Bentuknya yang runcing mengartikan kecerdasan berpikir serta tajam untuk melihat peluang dan masalah. Ukiran gajah pada senjata tersebut juga dianggap berasal dari mitos gajah putih yang diminta oleh Sisingamangaraja I atau Manghuntal. Jadi, secara garis besar, diharapkan pemimpin suku Batak tersebut dapat berpikir cerdas dan bertanggung jawab pada rakyatnya. Filosofi ini juga yang tak jarang memengaruhi orang Batak untuk berpikir cerdas dan menjadi pemimpin. Lalu, sekarang dimanakah, senjata berbentuk mirip keris tersebut? Piso Gajah Dompak sekarang berada di Museum Nasional setelah diberikan kepada negara. Sebelumnya, pisau tersebut disimpan oleh putri dari Raja Sisingamangaraja XII, bernama Sunting Mariam. Diceritakan oleh salah seorang cucu dari Sisingamangaraja bahwa Sunting Mariam pernah bercerita terdapat delima merah di bagian pangkal pisau tersebut dan dia sendiri juga melihatnya ketika pisau tersebut sudah ada di museum. Sudahkah kamu pernah melihat pisau dari Tanah Batak nan legendaris ini? Tapi ada juga sumber yang mengatakan bahwa pisau tersebut sekarang berada di salah satu museum di Belanda. Mari kita cari tahu lagi, ya. Yang pasti, pisau atau keris, senjata tradisional dari tanah Batak tersebut punya filosofi yang patut kita renungkan pula sebagai orang Batak. Tak perlu jadi sakti juga, namun di zaman modern ini, kita perlu benar-benar menjadi orang yang bertanggung jawab dan mampu menjadi orang yang mampu menginspirasi banyak orang. Horas! RELATED POSTS Watch LaterAdded Watch LaterAdded Watch LaterAdded Watch LaterAdded Watch LaterAdded Watch LaterAdded Selainitu, bendera perang Sisingamangaraja IX dari tanah Batak pun memakai warna merah putih sebagai warna benderanya, bergambar pedang kembar warna putih dengan dasar merah menyala dan putih. Warna merah dan putih ini adalah bendera perang Sisingamangaraja XII. Dua pedang kembar melambangkan piso gaja dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja
Foto Prof. Dr. Laurence Adolf Manullang, SE., SP., MM dalam acara Horja Bolon DMAB-LABB, di Jakarta. …lanjutan Bagian II Media Bagaimana pasukan Belanda memastikan bahwa yang tertembak itu adalah Raja Sisingamaraja, mengingat sebelumnya dikisahkan bisa menghilang? Foto Piso Gaja Dompak milik Raja Sisingamangaraja XII Prof Dr. Laurence M Belanda mendatangkan sahabat Raja Sisingamaraja yang merangkap informan beliau di Balige, yaitu ompung Manullang, ayah dari Tuan Manullang. Ompung ini mengidentifikasikan mayat itu melalui dua ciri khas yaitu Melihat bekas luka beliau di bahu pada waktu perang Pulas di Balige; dan kedua adalah, setelah dibuka mulutnya dan memang lidahnya berbulu. Maka jelaslah bahwa yang gugur itu adalah Raja Sisingamaraja XII. Media Ngomong-ngomong, kenapa Raja dan Ratu Belanda datang ke Tanah Batak, tapi tidak mampir ke Bakkara sebagai tanah leluhur dan tempat makam Raja Sisingamangaraja XII ya pak Prof? Prof. Dr. Laurence M Ya memang mungkin tidak ada yang menjadwalkan Raja dan Ratu Belanda kunjungi Bakkara secara khusus. Tentu itu dapat dipahami. Karena bisa saja mengingatkan luka lama. Apalagi kalau benar peristiwa genosida pembakaran seluruh asset bangunan kerajaan SSM XII dan perampasan benda-benda pusaka warisan turun-temurun mulai dari SSM I sampai XII, ketika perang Batak. Maka itu hanya bisa diampuni dengan mengadakan Horja Bolon Pesta derderajat tinggi antara Pemimpin Batak dengan Raja Belanda. Horja Bolon itu sebagai sendi dan seni Perdamaian Dunia yang merupakan prinsip Perdamaian Universal yang ditegakkan oleh UN United Nation, dimana semua anggota UN wajib melakukan itu. Diplomat Dewan Mangaraja Adat Batak LABB Lokus Adat Budaya Batak yang ahli dibidang itu, nampaknya perlu melakukan upaya diplomasi kreatif dan terukur. Media Bagaimana tadi kelanjutan cerita penyerangan serdadu Belanda terhadap Raja Sisingamangaraja. Apa yang Prof ketahui lagi? Prof. Dr. Laurence M Dua hari setelah Sisingamangaraja XII gugur, yaitu tanggal 19 Juni 1907, terjadi reaksi terhadap Belanda di Simanullang Toruan, di Sihotang, dan daerah Samosir bergolak. Namun semua yang mengadakan perlawanan ditangkap. Ompu Tuan Nabijak Manullang kemudian didenda 3000 guilders. Sihotang didenda 1000 guilders. Ompu Marhehe Malau bersama 10 anak buahnya gugur. Kemudian terjadi pemberontakan Si Hudamdam. Namun pemimpinnya berhasil ditangkap, seperti Laham Manullang dan Biding Simatupang, yang kemudian diketahui dibuang ke Digul. Sedangkan Ompung Tanggurung Munte, dibuang ke Ombilin, Sawahlunto. Ompung Ganjang Manullang dibuang ke Gunung Sitoli. Garam Manullang dibuang ke Nusakambangan. Peter Manullang dibuang Tanah Grogot, Kalimantan. Mereka masing-masing dihukum 8 delapan tahun. Belanda memang marah, sebab dalam pemberontakan si Hudamdam ini, kanselir WCM Muller Siborong-borong tewas. Demang dan Asisten Demang Siborong-borong juga luka-luka. Namun sebelum Sisingamangaraja XII gugur tahun 1907, Guru Somalaing Pardede, seorang datu, Panglima Sisingamangaraja XII, dan Pemimpin aliran Parmalim, dibuang pasukan Belanda ke Kalimantan, dan meninggal disana pada tahun 1896. Foto Lukisan Raja Sisingamangaraja XII Media Wah, 3000 gulden? Kira-kira senilai berapa itu sekarang? Dan banyak yang dibuang Belanda kemana-mana ya?. Prof. Dr. Laurence M Ya. Ternyata pahlawan Kemerdekaan itu sangat banyak dari Tanah Batak, yang gugur dan ditangkap Belanda. Itu saja yang berada di lingkungan kerajaan. Belum lagi pejuang-pejuang Batak lainnya. Bahkan sampai di denda gulden. Itu bisa membeli mobil Hammer anti peluru, kalau di investasikan sejak perang Batak sampai sekarang. Makanya di tanah Batak itu terukir sejarah monumental yang tidak bisa dilupakan. Bahkan pada waktu saya mampir di Belanda tahun 1976 itu tadi, saya suruh orang Belanda itu angkat koper saya dari lobby ke kamar hotel. Karena saya melihat udah agak tua, saya pikir pasti tentara pensiunan yang pernah bertugas di Indonesia. Tapi kasihan juga dan nggak tega. Saya kasih juga tip. Hmm… Media Raja Sisingamangaraja diketahui juga ahli strategi. Bagaimana dulu kira-kira strategi perangnya, dalam menghadapi Belanda ya? Prof. Dr. Laurence M Sisingamangaraja-lah yang mengumumkan perang Pulas tahun 1878, dan perang pertama diadakan di Toba Balige. Alpiso, putra Ompu Bontar Siahaan, Panglima Sisingamangaraja memobilisasi bala tentaranya dari Tangga Batu, bergabung dengan pasukan Sisingamangaraja yang lain di Balige, untuk menghadapi Belanda. Kemudian Raja Partahan Bosi dari Si Raja Deang Hutapea, Panglima SSM XII di Laguboti yang terkenal dengan hoda Bonggalanya, ikut perang pula. Pasukan Raja Sijorat Panjaitan yang mempunyai ilmu sangat tinggi juga bergabung dengan rakyat, dan tidak tinggal diam. Semua angkat senjata menghadapi Belanda, hingga kemudian Belanda kewalahan. Dari info inteligent, para Panglima SSM XII dapat info, bahwa bala bantuan tentara Belanda lengkap dengan meriam didatangkan dari Tarutung, Tapanuli. Maka para Panglimanya menyarankan agar SSM XII menyingkir ke Bakkara dan menantikan Belanda untuk pertempuran dahsyat di Bakkara. Disitulah ditemukan kekompakan orang Batak dalam menggelar perang rakyat semesta. Foto Makam Raja Sisingamangaraja XII di Bakkara Kemudian, menjelang tanggal 29 April 1878, Si Raja Deang Hutapea siap dengan tentaranya. Raja Sijorat Panjaitan dari Sitorang siap bersama para pejuang tangguh. Dari Pangaribuan dan pasukan Panglima Alpiso Siahaan dari Tangga Batu, dan pasukan setia lannya SSM XII sendiri siap untuk perang Pulas tanggal 29 April 1878 di Balige. Dan dibantu oleh pasukan perang dari uluan dan Porsea Media Mengenai kesaktian Piso Gaja Dompak itu, pangkal pisaunya satu tapi katanya ujung depannya bercabang dua, sehingga tidak bisa dicabut oleh siapapun selain SSM I sampai XII. Benarkah? Prof. Dr. Laurence M Ya, kalau menurut legenda, tatkala Piso Gaja Dompak itu bisa dicabut, maka piso itu marmehet-mehet berdesir-desir seperti suara kambing. Yang jelas, pisau itu hanya ada di kalangan keturunan raja. Ceritanya, ketika SSM XII berumur 6 tahun, dia memanjat pohon dan menggantungkan kakinya di cabang pohon, tapi kepalanya kebawah. Apa yang terjadi? Seketika itu juga, semua padi di Bakkara posisinya menjadi terbalik, dimana akar padi itu keatas dan ujung daun padi menukik kebawah. Lalu masyarakat setempat menyampaikan itu kepada SSM XI. Maka SSM XI pun sadar bahwa calon penggantinya telah lahir. Itu fakta bahwa Piso Gaja Dompak adalah tanda keselamatan Batak dari Mulajadi Nabolon, yang diserahkan kepada Raja Uti, dan selanjutnya dihadiahkan kepada SSM I sampai XII. Sebab Raja Uti itu lahir tidak mempunyai kaki dan tangan. Wajahnya juga berbeda dengan manusia biasa. Tubuh Raja Uti penuh dengan Rambut yang tidak bisa digunting dengan apapun. bersambung ke Bagian III Raja dan Ratu Belanda Datang, Jadi Ingat Piso Gaja Dompak Raja Sisingamaraja Sudah Kembali Bagian III Editor Danny PH Siagian, SE., MM Baca Juga Pengunjung 9,051 Continue Reading
PisoGaja Dompak diyakini tidak akan bisa dicabut dari sarungnya oleh seseorang yang tidak memiliki kesaktian, kecuali oleh orang yang memiliki kesaktian dan orang yang menjadi titisan Batara Guru (orang yang memang sudah ditakdirkan menjadi Raja). (dalam akhir perang Sisingamangaraja merujuk Sisingamangaraja XII) Sidjabat,Bonar.1982. Ahu
Foto Prof. Dr. Laurence Adolf Manullang, SE., SP., MM dalam acara Horja Bolon DMAB-LABB, di Jakarta. Kehadiran Raja Belanda, Willem Alexander, bersama istrinya Ratu Maxima Zorreguieta dan rombongan ke Kabupaten Toba, Tapanuli Utara, dan Samosir, Sumatera Utara Sumut, Kamis 12/03/2020 lalu, menjadi topik hangat di berbagai media lokal, Nasional maupun Inrternasional. Foto Piso Gaja Dompak milik Raja Sisingamangaraja XII Kedatangan Raja dan Ratu Belanda itu tak luput juga dari pembicaraan masyarakat, dan tentu saja tidak bisa lepas dari zaman penjajahan Belanda selama 350 tahun di Nusantara. Padahal mungkin Raja Belanda yang sekarang inipun tidak tahu persis peristiwa penindasan waktu itu. Sehingga diapun belajar dari sejarah nenek-moyangnya, makanya sang Rajapun mengucapkan mohon maafnya ketika tiba di Yogyakarta, sebelum kunjungannya ke Tanah Batak. Berbicara soal Belanda, terkait dengan benda pusaka Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII SSM XII, Prof. Dr. Laurence Adolf Manullang, SE., SP., MM, keturunan Si Raja Oloan satu rumpun dengan Raja Sisingamangaraja Sinambela, yang juga Pendiri dan Rektor Universitas Timbul Nusantara–IBEK, mengatakan syukurlah barang pusaka Piso Gaja Dompak milik Raja Sisingamangaraja XII sudah kembali ke pangkuan Republik Indonesia, setelah lama tersimpan di Belanda. Piso Gaja Dompak itu kini berada di Museum Nasional dengan Nomor Register 13425. Senjata pusaka itu dulu diketahui memiliki histori yang tidak bisa lepas dari sepak terjang keturunan Raja Sisingamangaraja dalam perjuangannya melawan penjajahan Belanda. Bernama gaja dompak lantaran bermakna ukiran berpenampang gajah pada tangkai bagian depan senjata itu. Senjata ini hanya digunakan dikalangan raja-raja saja. Mengingat senjata ini juga merupakan pusaka kerajaan, barang pusaka ini tidak diciptakan untuk membunuh atau melukai orang lain. Benda pusaka ini dianggap memiliki kekuatan supranatural, yang akan memberikan kekuatan spiritual kepada pemiliknya. Senjata ini juga merupakan benda yang dikultuskan dan kepemilikan senjata ini adalah sebatas keturunan raja-raja, atau dengan kata lain senjata ini tidak dimiliki oleh orang-orang di luar kerajaan. Foto Lukisan Raja Sisingamangaraja XII Bicara lebih jauh soal Piso Gaja Dompak dan cerita lainnya pengalaman Prof. Dr. Laurence Adolf Manullang, SE., SP., MM saat berkunjung ke Belanda, wartawan media online sempat melakukan wawancara medio Maret 2020, yang dilanjutkan dengan komunikasi berbalasan lewat WhatsApp, dan menuturkan berbagai kisah yang dia ketahui, yang kemudian merambah komunikasi dengan seorang tokoh dari DMAB Dewan Mangaraja Adat Batak LABB Lokus Adat Budaya Batak, Ir. Nikolas S. Naibaho, MBA. Berikut himpunan petikannya. Media Horas Prof. Apa cerita tentang kedatangan Raja dan Ratu Belanda ini bagi bangso Batak, terutama kaitannya dengan kisah Piso Gaja Dompak yang katanya tersimpan lama di Belanda? Prof. Dr. Laurence M Syukurlah Piso Gajah Dompak milik Raja Sisingamaraja XII telah diserahkan kepada Republik Indonesia, dan disimpan di Museum Nasional dengan Nomor Registrasi 13425. Namun seyogiyanya penyerahan itu harus didukung oleh dokumen penyerahan oleh Belanda ke Indonesia. Sebab pada waktu saya pergi ke Leiden Belanda tahun 1976, saya sempat menanyakan tentang keberadaan Piso Gajah Dompak itu. Direktur museum itu yang bernama Dr Ave mengatakan, bahwa Gaja Dompak disimpan oleh museum khusus di Den Haag, dimana yang pegang kuasa museum itu, langsung Pangeran Benhard. Semua barang bersejarah dari pahlawan Indonesia seperti pisau Pattimura, Pisau Monginsidi dan lain-lain, disimpan dalam museum istimewa tersebut. Yang disimpan di museum Leiden adalah ratusan Tunggal Panaluan sebagai contoh diberikan pada saya untuk dipegang dan diambil fotonya. Tunggal Panaluan itu adalah milik Raja Si Babiat Situmorang dan Guru Somalaing Pardede yang katanya paling banyak isinya. Ukuran yang paling banyak isi adalah paling banyak membunuh musuh. Juga saya ditunjukkan dua lemari setinggi saya, yang berisi pustaha pustaka Batak, yang ditulis oleh Raja Sisingamangaraja XI sebanyak 23 jilid yang rencananya menulis 24 jilid tapi keburu perang. Sehingga jilid ke-24 tidak sempat ditulis. Disana juga ada Museum Batakologi di Leiden, dimana museum itu adalah milik swasta dan undang-undang swasta yang melindunginya. Sedang museum yang Den Haag itu adalah milik Pemerintah Belanda. Foto-foto yang saya ambil itu langsung saya kirim kepada Raja Na Patar Sinambela cucu tertua Raja Sisingamangaraja XII, dengan alamat Jln, Sei Wampu 82, Medan dari Leiden. Agar cepat mereka dapat informasi itu. Karena saya harus melanjutkan perjalanan ke New York. Dan info ini adalah materi pendahuluan untuk Prof. Dr. Bonar Sijabat untuk mengadakan research mendalam ke Leiden, dan terus ke Jerman sebagai cikal bakal terbitnya buku Ahu Sisingamangaraja Aku Sisingamangaraja. Foto Makam Raja Sisingamangaraja XII di Bakkara Sementara suatu ketika, kita sebagai Panitia Pemugaran Istana Sisingamangaraja di Bakara, menugaskan Ketua I, Prof. Dr. Bonar Sijabat mengadakan riset atas dukungan sponsor media cetak Sinar Harapan, yang membiayai beliau ke Eropa dan ke Halmahera. Dan saya sebagai Ketua Panitia dan Bapak Arifin Harahap SH, Presiden Direktur Bank Pasifik, mencari dana dalam pembangunan itu. Saya menghubungi Direktur Purbakala dan beliau menginformasikan dana itu ada. Tapi pembangunannya harus melalui tender. Maka saya hubungi Wakil Presiden RI, Adam Malik waktu itu, kalau boleh dana itu dapat dikucurkan dengan sistem penunjukan kepada Kolonel Bonardo Dairi Manullang, yang selanjutnya dicairkanlah melalui Kantor Purbakala Medan. Itulah historis pembangunan kembali Istana Raja Sisingamangaraja itu sekarang. Hanya catatan saja dan tidak bisa hilang walaupun tidak ada maksud melupakannya. Media Sepertinya ada cerita yang luput dari catatan sejarah ya Prof? Prof. Dr. Laurence M Adalah sikap orang Indonesia sering mengambil manfaat atas buah pikiran dan keringat orang lain, dengan menonjolkan diri pada proses perjalanan, apalagi digunakan untuk kepentingan pribadi. Dan kadang tega mengabaikan bahkan melupakan sejarah itu sendiri. Hanya TNI yang selalu apik mencatat sejarah. Seperti Sapta Marga prajurit Indonesia yang ditulis tangan oleh Jenderal TB Simatupang selalu itu dibacakan pada peringatan bersejarah TNI. Artinya tidak pernah itu dilupakan walaupun Simatupang sudah lama meninggalkan ketentaraan. Jadi di Indonesia baru TNI yang terpercaya memegang estetika itu dan dapat dipercaya yang perlu diteladani. Media Katanya Piso Gajah Dompak itu sakti, dan bisa melindungi serdadu, dan Raja Sisingamaraja juga bisa menghilang. Tapi kenapa beliau bisa tertembak peluru serdadu Belanda? Prof. Dr. Laurence M Raja Sisingamangaraja XII memang adalah sakti. Dan kesaktiannya itu melekat pada Piso Gajah Dompak beliau. Hanya saja ada pantangannya. Kalau dilanggar, kesaktiannyapun bisa hilang. Pantangannya adalah, Raja Sisingamangaraja tidak bisa memiliki dengki sama orang, dan marah. Apalagi membangkitkan rasa ingin untuk membunuh. Pada waktu anaknya Patuan Nagari tertembak dan gugur, beliau tidak marah. Juga tatkala anaknya Patuan Anggi gugur, beliau tidak emosi dan marah. Tapi tatkala mendengar borunya Lopian yang berumur 17 tahun tertembak, maka amarah beliau mendidih dan ingin membunuh tentara Belanda yang sudah tak jauh darinya, tapi Belandanya tidak melihat dia. Dengan nada tinggi, beliau berteriak “Ahu Sisingamangaraja” Aku Sisingamangaraja. Maka kesaktiannyapun hilang, dan tentara Belanda yang berasal dari Halmahera yang bernama Hamisi menembaknya. Dan kenalah dadanya, dibawah jantungnya. bersambung ke Bagian II Raja dan Ratu Belanda Datang, Jadi Ingat Piso Gaja Dompak Raja Sisingamaraja Sudah Kembali Bagian II Editor Danny PH Siagian, SE., MM Baca Juga Pengunjung 12,604 Continue Reading
Menurutmasyarakat Sumatera Utara, piso gaja dompak ini dipercaya sebagai senjata pusaka warisan kerajaan Batak pada masa Raja Sisingamangaraja I. Karena dianggap sebagai senjata pusaka, senjata tradisional ini tidak diperuntukan untuk membunuh, masyarakat juga percaya bahwa piso gaja ini mempunyai kekuatan supranatural. 2.

– Senjata merupakan salah satu peralatan yang telah ada sejak manusia ada. Fungsi senjata digunakan untuk berburu hingga mempertahankan diri. Senjata pun beragam jenisnya, termasuk milik Suku Batak dari Provinsi Sumatera Utara. Kali ini, redaksi mengulas salah satu senjata tradisional yang dimiliki suku Batak. Dua filosofis dari makna Piso Gaja Dompak’ yang artinya? Nama piso gaja dompak terdiri dari kata piso artinya pisau, berfungsi untuk memotong, menusuk. Berbentuk runcing dan juga tajam. Dan Gaja Dompak karena berbentuk ukiran berpenampang gajah di tangkai pusaka kerajaan Batak. Piso Gaja Dompak, senjata tradisional Suku Batak yang diyakini sudah ada sejak zaman Kerajaan Batak, dan menjadi salah satu pusaka. Keberadaan pusaka ini gak bisa dipisahkan dari perannya dalam perkembangan kerajaan Batak. Walaupun berfungsi sebagai senjata, Piso Gaja Dompak gak boleh dimiliki sembarang orang. Hanya keturunan raja-raja saja yang boleh memiliki. Senjata ini adalah pusaka yang dikultuskan. Gak bisa dimiliki oleh orang di luar kerajaan. Masyarakat cuma dibolehkan menggunakan senjata lain seperti Piso Karo, Piso Senelenggam, Piso Gading, dan sebagainya. Meskipun belum ditemukan pasti kapan tepatnya senjata ini pertama kali dibuat, tapi senjata yang berbentuk pisau, berhubungan erat dengan kepemimpinan Raja Sisingamangaraja I. Dalam mitosnya diyakini Sisingamangaraja I, dikultuskan sebagai titisan Batara Guru. Saat itu, Manghuntal dewasa mampu mengeluarkan Piso Gaja Dompak dari sarungnya, sehingga Manghutal pun didaulat sebagai raja. Kisah dalam mitos itu begini kisahnya. Berkisah tentang seorang bernama Bona Ni Onan, putra bungsu dari Raja Sinambela. Dalam cerita ini dikisahkan selepas dari melakukan perjalanan jauh. Bona Ni Onan terkejut, istrinya Boru Borbor hamil besar. Tak kuasa dengan rasa yang berkecamuk di dalam dada, ia meragukan kandungan sang istri. Hingga suata malam, dalam mimpinya didatangi roh yang mengatakan anak dalam kandungan merupakan titisan dari Roh Batara Guru. Kelak besar nanti, dalam mimpi diceritakan akan menjadi raja, bergelar Sisingamangaraja. Berceritalah Bona Ni Onan kepada sang istri, bahwa semalam bermimpi dan Bona lupa akan marahnya. Sikapnya sebagai suami butuh memastikan. Ada apa dengan mimpinya malam tadi. Saat bercerita, lain lagi jawab sang istri. Malah turut menambahkan keseruan kisah ini. Istrinya pun juga bercerita sewaktu dia mandi di Tombak Sulu-sulu hutan rimba, terdengar gemuruh suara menakutkan. Tiba-tiba, cahaya merasuki tubuh dan menggetarkan sekujur badan. Sekejap diceritakan, tiba-tiba bentuk tubuh berubah. Dirinya terlihat mirip perempuan hamil. Saat itu, sang istri percaya dirinya bertemu roh Batara Guru. Berjalan dengan waktu dalam mitos ini menambahkan, masa kehamilan dilewati hingga 19 bulan lamanya. Saat kelahiran, terjadi lagi peristiwa yang ajaib dan penuh keanehan. Tiba-tiba saja terjadi badai topan dan gempa. Bumi bergoncang kuat-kuat. Anaknya pun lahir selamat. Dia laki-laki. Putranya diberi nama Manghuntal, arti nama Manghuntal lahir karena keadaan gemuruh dan gempa-gempa. Cerita berikutnya, Manghuntal dewasa. Dalam masa pertumbuhan dan kematangan Manghuntal makin melihatkan kelebihan. Kedua orangtua makin mantap. Keyakinan mereka bertambah-tambah. Memperkuat ramalan, kelak Manghuntal adalah raja di masa mendatang. Manghuntal pun pergi bertemu Raja Uti, Raja yang Mahasakti. Manghuntal memberanikan diri berkat dorongan kedua orangtua agar mendapatkan pencerahan mirip nasihat-nasihat gitulah. Pergilah, dan sampai juga ia di kerajaan. Dalam masa menunggu, disambut istri raja. Manghuntal disuguhkan makanan enak. Di atas meja, terhidang makanan enak-enak. Semua tersaji. Istri raja bertanya, dan Manghuntal jawab dengan santun. Manghuntal terhentak. Percakapan terputus. Rupanya saat Manghuntal menikmati hidangan, raja sedang memperhatikan. Dan mata orang biasa gak akan bisa melihat wujud asli sang raja. Suara raja bergema dan menyapa Manghuntal. Berceritalah maksud kedatangan Manghuntal menemui raja. Peristiwa yang dialami orang tua, ia sampaikan. Selain itu, Manghuntal juga punya keinginan. Menurut mitosnya lagi, sang raja bisa mengabulkan semua permohonan. Ia memberanikan diri meminta gajah putih. Raja U’ti pun mengabulkan tapi dengan sejumlah persyaratan. Manghuntal diberikan perintah untuk membawa sesuatu yang ada di wilayah Toba, Manghuntal pun mengamini. Ia nurut dan berhasil kembali membawa sejumlah yang diminta raja U’ti. Setelah itu, Manghuntal kembali menemui Raja Uti. Semua persyaratan berhasil ia selesaikan. Sang Raja terkagum, dan permohonan dikabulkan. Ia sungguh gembira. Rasa bahagianya jadi makin-makin. Gak cuma seekor gajah putih tapi juga dua pusaka kerajaan diberikan, Piso Gajah Dompak dan tombak. Raja U’ti menamakan pusaka ini, Hujur Siringis. Konon, Piso Gaja Dompak tidak bisa dilepaskan dari pembungkusnya kecuali oleh orang yang memiliki kesaktian. Manghuntal bisa membuka. Pasca itu, Manghuntal benar-benar jadi raja dengan nama Sisingamangaraja I, hingga saat ini masyarakat Batak masih mempercayai. Kepercayaan ini bukan tanpa sebab, karena sumber mitos berasal dari tradisi lisan yang tercatat dalam aksara. Piso Gaja Dompak berbentuk panjang, runcing, pipih, dan tajam, tapi pisau ini tidak digunakan untuk melukai ataupun membunuh orang. Piso Gaja Dompak hanyalah pusaka dan perantara magis. Dalam pusaka terkandung kekuatan supranatural yang bisa digunakan untuk mengembangkan Kerajaan Batak. Kekuatan magis menyatu bersama pusaka. Dan bagi yang memakai mendapatkan kharisma dan kebijaksanaan. Pisau berukuran lebih panjang dari belati, dan lebih pendek dari pedang. Ukiran berbentuk gajah yang ada di gagang diduga berkaitan erat dengan mitos tentang Manghutal tadi, selain mendapatkan Piso Gaja Dompak, Manghutal juga diberikan kadigdayan berbentuk seekor gajah putih. Piso Gaja Dompak memiliki gagang dan sarung. Warna hitam dengan garis kuningan. Dan di pangkal tangkai ada ujung sarung. Bentuknya runcing dalam Bahasa Batak disebut Rantos, Makna yang terkandung adalah seorang raja harus memiliki kecerdasan dan ketajaman dalam menganalisa. Intuisi dan kecerdasan intelektual dalam selesaikan semua masalah, dan peluang. Termasuk soal leadership dalam mengambil keputusan. Sobat Pariwisata Indonesia, yuk kita syukuri dan patut berbangga karena Pusaka dari suku Batak, Piso Gajah Dompak’ milik Raja Sisingamaraja XII telah diserahkan kepada Republik Indonesia, dan disimpan di Museum Nasional di Jakarta dengan Nomor Registrasi 13425. Sebelumnya berada di Museum Belanda di Den Haag. Nita/Kusmanto

Duapedang kémbar melambangkan piso gája dompak, pusaka rája-raja Sisingamangaraja l-XII. Bendera Merah Putih Berkibar Iso Gája Dompak Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang-pejuang Aceh telah menggunakan bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih, di bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari Monang Naipospos Barangkali anda pernah mendengar bahwa Raja Sisingamangaraja memiliki pusaka Piso Solam Debata. Ada juga yang menyebut nama pisau pusaka itu Gaja Dompak. Apa arti kedua sebutan itu ? Bicara mengenai pusaka, baik itu milik Raja Sisingamangaraja, yang terbayang adalah kasiat dan kekuatan daya magisnya. Tapi mohon maaf, bagi yang cenderung magis, saya tidak membahas itu. Banyak yang membicarakan pusaka batak seperti piso halasan, pinggan pasu dari kajian magisnya. Mereka menyebut pusaka yang dapat mendatangkan hujan, pinggan yang dapat melumpuhkan racun dan beragam keyakinan lainnya. Pemikiran mereka itu ditularkan dari orang ke orang sehingga kesadaran mereka hilang dari pemaknaan pusaka itu sendiri sebagai lambang kebesaran, hakekat kemanusiaan. Lambang kebesaran itu dilihat dari segi manfaat bagi sesama dalam koridor ketaatan kepada “patik dohot uhum” aturan dan hukum. PISO Piso, artinya pisau. Runcing dan tajam, mengarit dan memotong. Dalam intonasi berbeda, piso dapat juga disebutkan untuk wajah yang agak runcing, mata yang tajam. Runcing, dalam pengertian benda adalah yang dengan mudah dan handal untuk melakukan penetrasi kepada objek yang disasarnya. Dalam bahasa batak disebut “rantos” Rantosna, adalah ketajamannya. Dalam pengertian kecerdasan berpikir, kecerdasan intelektual hingga geniusitas seseorang diartikan sebagai ketajaman melihat sesuatu permasalahan, peluang dan kecerdasan mengambi kesimpulan dan tindakan. Pemimpin Batak diharapkan memiliki kecerdasan intelektual untuk handal melakukan tindakan bermanfaat untuk semua kalangan. Dalam berstruktur, kecerdasan berpikir individu dapat dihimpun dengan kesepakatan akhir. Kesepakatan yang menjadi keputusan itu disebut “tampakna”. “Marnatampak” artinya duduk bersama, bermusyawarah. Hasil keputusan bersama ini disimpulkan menjadi output ketajaman pikiran, kecerdasan itelektual mereka. Hasil keputusan ini diandalkan mampu melakukan penetrasi saat operasional. Inilah yang disebut “tampakna do rantosna, rim ni tahi do gogona”. Hasil kesepakatan adalah keputusan intelektual yang handal dan dengan bersama-sama menjadi kekuatan operasionalnya. SOLAM Solam, artinya terbatas. Parsolam adalah seseorang yang membatasi diri. Ada yang membatasi diri secara permanen dari makanan tersentu. Bagi seseorang yang terbatas selera untuk makanan tertentu, apakah diakibatkan oleh penyakit yang bersifat sementara atau karena kelelahan disebut juga “solam”. Solam cenderung menjadi sifat internal yang melakukan batasan, sementara yang dipantangkan itu disebut “subang”. Keinginan, kehendak, tindakan seseorang yang dinilainya baik untuk dirinya belum tentu bermanfaat dan berdampak baik untuk orang lain. Seseorang yang pintar dan cerdas harus mampu melakukan kajian apakah buah pikirannya, tindakannya berakibat baik atau buruk kepada yang lain. Bila lebih besar dampaknya ke arah yang kurang baik, maka dia harus melakukan pembatasan tindakan. Ketulusan hati dan kebersihan jiwa adalah awal kemampuan melakukan “solam” pembatasan. Pemimpin yang menyadari itu akan menunda sesuatu tindakan yang dipikirkan berdampak buruk jangka panjang kepada masyarakat. HALASAN Las, artinya hangat. Las roha, artinya hati senang. Halasan artinya kesenangan. Kesenangan pribadi belum tentu menjadi kesenangan publik. Semua tindakan yang dilakukan seorang pemimpin harus menjadi kesenangan bagi orang banyak. Penetapan Aturan secara bersama dan penegakan hukum yang adil adalah yang membawa manfaat “halasan” bagi orang banyak. PISO HALASAN Biasanya dimiliki seorang pemimpin batak yang sudah memiliki otoritas hingga di tingkat BIUS. Ini adalah lambang kebesaran “hasangapon” bagi dirinya yang membawa manfaat bagi orang banyak. Menegakkan hukum yang adil dan memberi jalan kehidupan bagi warga. Mereka cerdas, namum mampu membatasi diri untuk tidak terjerumus kepada kepentingan pribadi. Pola pikirnya tajam “piso” mencari solusi dalam setiap permasalahan dan memperluas wawasan mencari peluang untuk kesejahteraan. Pisau adalah lambang kecerdasan, dan sarungnya adalah hukum yang melakukan “solam” pembatasan dari hal yang menjerumuskannya kepada perbuatan yang dapat merugikan masyarakat. Semua hasil pemikiran, tindakan pemimpin akan bermanfaat untuk orang banyak, kerukunan, kedamaian, kesejahteraan yang menjadi “halasan” kesenangan yang lebih berarti, kebahagiaan. PISO SOLAM DEBATA Hanya dimiliki seorang yaitu baginda Raja Singamangaraja. Penjelasan maknanya sama dengan piso halasan. Perbedaannya adalah, bila para raja di kalangan masyarakat adalah otonom bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat, Solam Debata mengartikan fungsi Singamangaraja sebagai lambang keadilan dan mempertanggungjawabkan semua tindakan dan perbuatannya kepada Mulajadi Nabolon. Beliau ada dalam suasana “pardebataan”. Beliau seorang “Malim” orang suci yang disucikan “na pitu hali malim, na pitu hali solam”. Setiap saat melakukan komunikasi dengan penciptanya pemberi amanah tugas dan wewenang kepada dirinya. Amanah itu pula yang diberikan kepada para raja batak untuk melakukan tugas dan wewenang kemanusiaan yang adil dan beradab. GAJA DOMPAK Gaja Dompak adalah sebutan untuk bentuk ukiran yang berpenampang gajah. Ruma dan Sopo di Toba masih ditemukan memakai singa-singa dengan ukiran Gaja Dompak. Ukiran para tangkai Piso Solam Debata mungkin saja berbentuk gajah sehingga disebut Gaja Dompak. Konon Sisingamangaraja I Raja Manghuntal disebut menerima amanah harajaon dari Raja Uti. Sisingamangaraja dianugerahi seekor gajah putih dan piso berukir Gaja Dompak yang kemudian dikenal Piso Solam Debata. Bila ada pemikiran lain bahwa Piso gaja Dompak berbeda dengan Piso Silam Debata sehingga dalam pengertiannya ada dua piso pusaka itu, kiranya dapat terbukti. Saya hanya mampu menjelaskan pemaknaan piso Solam Debata dan pengertian saya yang terbatas dengan Gaja Dompak. Piso Halasan dan Piso Solam Debata adalah lambang kebesaran pemimpin yang memiliki kecerdasan intelektual menegakkan keadilan dan memberikan kehidupan yang damai dan sejahtera kepada umat manusia dan senantiasa bertanggungjawab kepada Tuhan Yang maha Esa. Anda mungkin sudah mengetahui dari kajian akademis tentang EQ, IQ dan SQ, namun leluhur batak sudah mengimplementasikannya dalam “hadirion” kepribadian seorang pemimpin dan masyarakat. Bila ada berkeinginan memberikan lambang kebesaran itu kepada pemimpin negeri maka berilah mereka pemahaman akan pengertian lambang itu sehingga mereka tidak menjadi koruptor dan getol mempermainkan hukum. Bila itu tidak terpenuhi, maka pemberian itu merupakan kesalahan prosedur dan pemahaman makna dan nilai budaya batak. Itu memplesetkan lambang kebesaran batak itu. Bila ada berkeinginan menjual pusaka seperti ini yang dulunya lambang kebesaran leluhur penegak keadilan dan peradaban, mungkin dia menilai leluhurnya itu orang sesat. Dia menganggap pisau itu magis, menggorok orang, diberi sesajen darah manusia. Maka saya katakan justru anggapan itulah yang sesat. Mereka mungkin dipengaruhi virus pikiran dari orang yang tidak ingin kebesaran peradaban batak muncul ke permukaan. Atau mungkin terpengaruh strategi para pedagang barang antik sehingga dengan mudah dapat mendapatkan barang pusaka kebesaran pribadi pemimpin batak itu. Tautan ; Pemimpin Batak SANGKAMADEHA Pesona Boru Batak MENYIBAK TABIR MENAMPAK ISI Diterbitkan oleh tanobatak Selamat datang di situs tanobatak. Situs ini dibuat untuk menjadi wadah bagi semua orang yang peduli dan perhatian terhadap budaya dan tanah batak Lihat semua pos dari tanobatak Telah Terbit Juli 28, 2008Oktober 21, 2008 jql1tl.
  • p3dmyk6tcu.pages.dev/119
  • p3dmyk6tcu.pages.dev/44
  • p3dmyk6tcu.pages.dev/2
  • p3dmyk6tcu.pages.dev/566
  • p3dmyk6tcu.pages.dev/311
  • p3dmyk6tcu.pages.dev/277
  • p3dmyk6tcu.pages.dev/588
  • p3dmyk6tcu.pages.dev/230
  • piso gaja dompak sisingamangaraja